Nasib tragis Ibnu
Muqlah yang dikenal sebagai “Imam Khattatin” (pemimpin para Kaligrafer)

Ibnu
Muqlah yang dikenal sebagai “Imam Khattatin” (pemimpin para Kaligrafer) dan
saudaranya, Abu Abdillah mendapat bimbingan kaligrafi dari Al-Ahwal
al-Muharrir, salah seorang murid Ibrahim al-Syajari yang paling masyhur, hingga
keduanya menjadi kaligrafer sempurna yang paling menguasai bidangnya di Baghdad
pada permulaan zaman tersebut.
Kejeniusan Abu Ali
Ibn Muqlah dan pengetahuan mendasarnya tentang geometri (ilmu ukur) membawa
kemajuan penting satu-satunya di bidang kaligrafi Arab. Keberhasilan Ibnu Muqlah adalah mengangkat khat
gaya Naskhi, lihat contoh kaligrafi khat gaya Naskhi :
Gaya Naskhi menjadi gaya yang paling
populer dipakai, setelah abad sebelumnya didominasi oleh khat gaya Kufi, contoh
kaligrafi gaya Kufi :
Gaya lain yang ditekuninya Ibnu
Muqlah adalah khat Tsulus, yang nantinya banyak berpengaruh pada karya Ibnu
Bawab. Contoh kaligrafi khat gaya Tsulus :
Sumbangan Muqlah
dalam kaligrafi bukan pada penemuan gaya baru tulisan, akan tetapi pada
penerapan kaidah-kaidah yang sistematis untuk kaidah khat Naskhi yang
berpangkal pada huruf alif.
Sistem
penulisan Ibnu Muqlah berpangkal pada tiga unsur kesatuan baku: titik (yang
dibuat dari tarikan diagonal pena), huruf alif vertikal dan lingkaran.
Diciptakannya
sebuah titik belah ketupat sebagai unit ukuran. Kemudian mendesain kembali
bentuk-bentuk ukuran (geometrikal) tulisan sambil menentukan model dan ukuran
menurut besarnya dengan memakai titik belah ketupat, standar alif dan standar
lingkaran. Tiga poin inilah, yaitu titik belah ketupat, alif vertikal, dan
lingkaran yang dikemukakan oleh Ibnu Muqlah sebagai rumus-rumus dasar
pengukuran bagi penulisan setiap huruf.
Prinsip-prinsip
geometrikal ini mendobrak cara penulisan Arab sebelumnya yang cenderung nisbi.
Metode penulisan baru ini disebut al-Khath al-Manshubi (kaligrafi yang
tersandar). Meskipun kaidah-kaidah tersebut tidak sekaku awal perintisan Ibnu
Muqlah, namun perkembangan
kaligrafi selanjutnya banyak dipengaruhi oleh kepiawaiannya dalam memperindah
tulisan.
Buah karyanya yang
dipercaya masih ada sampai sekarang hanyalah yang tersimpan utuh di Museum
Irak, Baghdad. Tulisan yang terdiri dari sembilan halaman ini, yang disebut
Naskhi dan Tsulus, ditilik dari cara dan gaya
penulisannya dianggap benar-benar berasal dari tangan Ibnu Muqlah sendiri.
Sumber lainnya
menyebutkan bahwa di Andalusia ada sebuah mushaf al-Qur’an yang sangat masyhur,
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Khalil al-Saquny bahwa di salah satu masjid
dari sekian banyak masjid Sevilla didapat mushaf juz IV dengan
huruf-huruf tulisan yang mirip dengan huruf-huruf Kufi.
Dikuatkan oleh
Abu al-Hasan ibn Tufail bahwa mushaf itu ditulis dengan menggunakan khat Ibnu
Muqlah. Sumber tersebut berasal dari Majalah Ma’had al-Makhtutat al-‘Arabiyah
juz awal, halaman 95, tahun 1377 H, dalam suatu ulasan tentang perpustakaan dan
kitab-kitab di Spanyol Islam.
Pada
mulanya Ibnu Muqlah mengabdi pada beberapa kantor pemerintahan, menyumbangkan
kemahiran dari bakat yang dimilikinya sebagaimana yang dilakukan oleh para
kaligrafer lainnya. Untuk pekerjaan tersebut ia mendapat upah enam dinar sebulan.
Karirnya
mulai menanjak
setelah ia mempunyai hubungan yang erat dengan Abu al-Hasan ibn Furat yang mengawalnya
ke puncak prestasi yang meyakinkan, sehingga ia mulai
populer dan banyak mendapat sorotan dari segenap kalangan.
Bahkan, dalam suatu
catatan disebutkan bahwa tulisan Ibnu Muqlah pernah digunakan dalam pembubuhan
surat perdamaian (hadnah) antara kaum muslimin dengan bangsa Romawi, surat itu
tetap dalam pegangan pemerintah Romawi,
hingga Sultan Muhammad al-Fatih menaklukkan kota Konstantinopel, ibukota
Romawi Timur.
Ibnu
Muqlah memulai karirnya sebagai pegawai pemungut pajak di provinsi Persia, sekaligus
mengatur anggaran pengeluarannya. Hingga keadaannya berbalik ketika ia menjadi
pejabat bawahan al-Imam al-Muqtadir Billah pada tahun 316H, yang
membawanya sukses untuk menduduki posisi tertinggi di istana Baghdad.
Berkat
keuletan luar biasa dan prestasi yang tampak sangat menonjol, ia berhasil menaiki
jenjang kedudukan perdana menteri (wazir) untuk tiga orang khalifah Abbasiyah,
yakni khalifah al-Muqtadir (908-932 M), khalifah al-Qahir (932-934 M)
dan khalifah al-Radhi (934-940 M).
Akan
tetapi nasib Ibnu Muqlah sangat malang, ia telah mendapat
tekanan-tekanan berat akibat masalah-masalah kekhalifahan yang sedang
bergolak dengan segala kekisruhannya; tatkala penindasan, korupsi dan
intrik-intrik politik dari ambisi kekuasaan
yang merajalela. Sistem kepemimpinan kekhalifahan pada
waktu itu ternyata telah menyiksanya
dengan beragam penganiayaan.
Ibnu
Muqlah
diangkat menjadi pembantu (wazir) khalifah al-Radhi, namun
ia juga mempunyai musuh yang menfitnahnya hingga ia ditangkap dan
dipecat dari jabatannya.
Ia berkali-kali
masuk penjara, hartanya disita dan ia dibuang ke Persia, sampai suatu
saat ia mesti membayar tebusan satu juta dirham.
Hal itu
mendorongnya mendekati Ibnu Raiq, Perdana Menteri di Baghdad, bawahan khalifah
yang naif itu. Namun Ibnu Raiq tidak bisa menyembunyikan kedengkiannya,
bahkan membusukkan namanya di hadapan khalifah al-Radhi.
Maka Ibnu Muqlah mendapat hukuman lagi dengan mempertaruhkan tangan
kanan dan kirinya.
Akhirnya
khalifah al-Radhi pun menyesal atas sikapnya sendiri dan menyuruh tabib istana
untuk mengobati luka tangan Ibnu Muqlah yang
sudah terpotong, hingga ia sembuh.
Akan
halnya dengan Ibnu Raiq begitu melihat sikap khalifah
al-Radhi tersebut, ketika teringat
akan permintaan Ibnu Muqlah untuk duduk di kursi kementeriannya, dan itu kelak akan
menjadi saingannya. Maka dibuatlah
tindakan yang lebih bengis melengkapi kekejaman sikap sebelumnya.
Ibnu Raiq menjatuhkan
hukuman potong lidah dan menjebloskan Ibnu Muqlah ke dalam penjara,
hingga ia mendekam bertahun-tahun dengan segala duka derita yang tak
terkirakan.
Di
dalam penjara itu Ibnu Muqlah
menggoreskan pena dengan lengan tangannya yang terpotong dan dengan itu pun ia menulis, begitu pula ketika
mengambil air wudhu.
Ibnu
Muqlah meninggal dunia tahun 328 H/940 M dan dimakamkan di istana sultan.
Mendengar peristiwa itu, keluarganya menuntut agar jenazahnya dibongkar dan
diserahkan kepada keluarga. Kemudian anaknya menguburkan di rumahnya sendiri.
Dari rumah anaknya, istrinya yang dikenal dengan nama Dinariyah menggalinya kembali
dan menguburkan di rumahnya di Istana Umm Habib Baghdad.
Segala kepedihannya pernah dilukiskan di dalam syairnya sebagai berikut :
Apabila setengahmu hapus nyawa
Nangislah sisanya
Sebab satu sama lain
Akrab senantiasa
Bukan ku telah muak hidup di dunia
Tapi, kepalang kudiperdaya sumpah mereka
Maka cerailah tangan kananku tercinta
Kujual kepada mereka agamaku
Dengan duniaku
Namun mereka halau aku dari dunia mereka
Sehabis mereka gasak agamaku
Kugoreskan kalam sekuat upayaku
Tuk melindungi nafas-nafas mereka
Duhai malangnya
Bukannya mereka melindungiku
Tiada nikmat dalam hidup ini
Sesudah senjata kananku perdi tiada arti
Duh, hayatku nan malang
Tangan kananku telah hilang
Hilanglah, segala arti tergusur hilang
*****
Sumber :
- Y.H. Safadi.
-
Drs. H.D. Sirojuddin AR M.Ag, Buku “Seni Kaligrafi Islam”.
-
Anshari.
-http://anangkatut.blogspot.com/2013/08/nasib-tragis-ibnu-muqlah-yang-dikenal.html
-http://www.islamkaligrafi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=87:ibnu-muqlah&catid=20:tokoh&Itemid=70
Tidak ada komentar:
Posting Komentar